21. Penyebaran
Mikroorganisme Dalam Lingkungan Akuatik
Mikroorganisme
merupakan bagian komponen biologis, dimana komposisi dan ukurannya tergantung
dari kondisi fisik dan kimiawi. Bakteri dan fungi berdistribusi hampir pada
semua air, namun memiliki jumlah dan jenis yang berbeda-beda antara sungai,
danau dan laut. Bakteri dan fungi heterofilik dapat hidup hanya dengan
mengggunakan bahan-bahan organik, baik yang disintesis dan diresintesis oleh
organisme yang lain dalam mendapatkan nutriennya. Distribusi mikroorganisme
dalam air merupakan hasil dari interaksi semua faktor biotik dan faktor
abiotik. Tipe air seperti sungai, danau, dan laut juga mempengaruhi distribusi
dari bakteri dan fungi (Waluyo, 2009).
a) Distribusi pada Mata Air dan Sungai
Hanya
sedikit bekteri yang ditemukan dalam mata air, karena nutriennya sedikit.
Jumlah total bakteri berkisar dari ratusan hingga ribuan per mililiter dan
jumlah saprofit umumnya antara 10 sampai beberapa ribu. Hal ini karena mata air
mengandung konsentrasi nutrien yang rendah, dan biasanya terdapat bakteri yang
sangat kecil berbentuk kokus dan batang pendek bila dilihat dengan mikroskop
cahaya. Pada beberapa mata air, khususnya pada tepi mata air, Cyanophyta juga ditemukan. Komposisi spesies
tergantung pada temperatur dan mineral.
Synechococcus lividus ditemukan pada sumber air panas di Taman Nasional
Yellowstone pada suhu 73-74oC. Biomassa terbesar juga ditemukan pada
sumber mata air panas Hunter di Oregon, Amerika Serikat. Disamping itu juga
ditemukan lapisan bakteri fototropik. Pada temperatur di bawah 53oC Oscillatoria terebriformis juga dapat
berkembang, dan pada suhu 47-48oC digantikan oleh Pleurocapsa dan Calothrix. Di Islandia dan Selandia Baru, Mastigicladus laminosus ditemukan pada suhu 63-64oC.
Temperatur ini menunjukkan batas teratas untuk kehidupan tumbuhan hijau. Pada
sumber mata air panas di atas suhu 50oC hanya bakteri dan Cyanophyta
yang dapat hidup. Jadi pada lingkungan tersebut hanya prokariot yang dapat
hidup.
Jumlah
bakteri saprofit di sungai dan mata air tergantung dari musim. Pada musim panas
dan musim dingin akan memiliki jumlah yang berbeda dan mengalami fluktuasi.
Jumlah bakteri tertinggi pernah dihitung selama musim dingin dengan keadaan
temperatur rendah dengan nutrisi yang didapatkan dari limbah. Jumlah yeast di
sungai meningkat karena limbah yang dibuang ke sungai cukup besar. Pada arus
air yang jernih yeast jarang ditemukan. Spora-spora jamur tingkat tinggi secara
melimpah berada di sungai dan merupakan bagian penting dari peningkatan limbah.
Sedangkan komposisi populasi fungi tingkat rendah tergantung dari jumlah bahan
organik yang masuk.
b) Distribusi pada Danau
Jumlah
bakteri saprofit di danau tergantung dari tipe danau. Pada danau tipe
oligotrofik berbeda dengan tipe danau mesotrofik, danau eutrofik, dan
distrofik. Jumlah terbesar biasanya pada tipe danau eutrofik. Pada danau yang
jernih jumlah tertinggi bakteri pada saat jumlah nutrien fitoplankton
diproduksi paling tinggi. Distribusi vertikal bakteri tergantung dari perbedaan
musim. Selama musim panas yang paling berkembang adalah alga dan bakteri. Tidak
hanya jumlah total bakteri pada berbagai zona yang berbeda tetapi juga
komposisi dari spesiesnya. Bakteri heterotrofik mencapai jumlah maksimum bila
berada dalam zona termoklin dan yang kedua di atas dasar danau.
Distribusi
mikroba pada danau mesotrofik dipengaruhi oleh persediaan oksigen. Bakteri Metallogenium personatum ditemukan pada
lapisan 10 meter dari permukaan. Pada kedalaman 10,75 meter, dimana H2S
selalu ada maka bakteri sulfur seperti Rhodothece
conspicua dan Thiocapsa sp.
mencapai jumlah maksimum. Bakteri sulfur hijau, misalnya Pelodictyon luteolum di bawah kedalaman 11-11,5 meter menjadi
paling dominan jumlahnya. Sejumlah bakteri coklat Chlorochromatium dan Pelodictyon
roseoviride juga didapatkan pada kedalaman 11-12 meter. Bakteri Peloploca pulchra didapatkan pada
kedalaman 13,0-22,5 meter. Jumlah terbesar bakteri fotototrof yang pernah
diobservasi di danau eutrofik bergaram adalah 48 juta per ml, dan pada danau
oligotrofik air tawar mencapai 3,5 juta per ml.
Cyanophyta
tersebar luas dalam danau perairan dalam. Pada danau oligotrofik, fitoplankton
ini tergolong sangat kecil. Proses peningkatan dengan cara eutrofikasi. Dalam
danau eutrofik, Cyanophyta terdapat pada musim panas dan nampak warna kehijauan
pada air. Hal ini terjadi pada lapisan sekitar 1-2 meter. Peningkatan
eutrofikasi juga meningkatkan perubahan populasi Cyanophyta, misalnya Oscillatoria rubescens.
c) Distribusi pada Laut
Kebutuhan
akan nutrien merupakan bagian pada laut terbuka sehingga mempengaruhi flora
normal. Jumlah bakteri saprofit pada berbagai bagian laut berbeda-beda. Hal ini
karena perbedaan tempat dan fluktuasi musim. Jumlah bakteri saprofit pada suatu teluk lebih tinggi daripada laut terbuka.
Pantai yang tercemar juga mengandung banyak bakteri soprofit karena mengandung
bahan-bahan organik yang cukup tinggi, sedangkan jumlah bakteri saptofit
biasanya rendah. Distribusi vertikal bakteri saprofit mencapai jumlah tertinggi
pada zona eufotik, tetapi tidak pada zona atas dengan kedalaman 10-50 meter. Di
bawah 200 meter hanya sangat kecil jumlah bakteri saprofit yang ditemukan, dan
di bawah 1000 meter jumlah sangat sedikit.
Cyanophyta
berperan penting sebagai fitoplankton di laut. Anggota dari genus Trichodesmium tersebar luas di perairan
tropis. Cyanophyta tidak hanya dapat diobservasi dari zona fotik tetapi juga
dapat diambil dari laut yang lebih dalam. Misalnya genus Nosctoc dan spesies Dactyliococcopsi
dari Samudera Indonesia dan Samudera Atlantik. Nosctoc planktonicum juga didapatkan pada kedalaman 1000 meter.
Distribusi
Phycomycetes laut telah diteliti di
luat utara dan laut Atlantik Tenggara. Jumlah tertinggi sebanyak 2000 fungi per
liter didapatkan pada tanah di dekat laut terbuka. Perbedaan jumlah disebabkan
pengaruh musim. Sedangkan distribusi yeast di laut juga telah dipelajari.
Jumlah yeast relative tinggi dalam pantai yang banyak limbah. Walaupun
demikian, yeast masih dapat ditemukan pada laut terbuka, misalnya di Samudera
Indonesia pada kedalaman 2000 meter.
d) Distribusi pada Sedimen Perairan
Dalam
Koloni
mikroorganisme dalam jumlah besar bisa didapatkan dari lapisan atas lumpur
suatu danau karena memiliki bahan organik yang tinggi. Keberadaan
mikroorganisme tersebut dapat dihitung dengan hitung mikroskopik langsung.
Jumlah bakteri yang ditemukan antara 1.000.000 sampai dengan beberapa ratus
juta per gram lumpur. Jumlah bakteri saprofit secara umum sebanyak beberapa
puluh ribu sampai beberapa ratus ribu per gram lumpur. Pada air yang tercemar
didapatkan jumlah yang lebih besar.
Lumpur
yang berisi bakteri dan bahan-bahan organik yang telah terurai dapat didapatkan
dari kedalaman lumpur yang hanya beberapa sentimeter. Pada kedalaman 1 m jumlah
bakteri hanya sedikit dibandingkan pada permukaan. Hampir dalam semua endapan
danau, di samping Eubacteria, Actinomycetes juga dapat dideteksi. Jumlah
Actinomycetes menurus sesuai dengan kedalaman. Demikian juga, jumlah fungi
dalam lumpur danau juga menurun dengan meningkatnya kedalaman sedimen.
e) Distribusi pada Sedimen Laut
Bakteri
dan fungi didapatkan juga dari sedimen laut seperti yang ditemukan pada laut
dalam. Mikroorganisme dapat mengabsorbsi partikel-partikel dalam sedimen,
sehingga hal ini salah satu kesulitan dalam hal menghitung jumlahnya. Jumlah
total bakteri pada lapisan atas tergantung pada macam sedimen dan kedalaman
air, yakni jumlahnya antara beberapa ratus ribu sampai beberapa puluh juta per
cm3.
Jumlah
bakteri saprofit dalam sedimen menurun karena terjadi penurunan bahan-bahan
organik semakin ke dalam. Jumlah tertinggi bakteri dan fungi hampir semua
didapatkan hanya dari beberapa sentimeter lapisan atas sedimen. Setiap 10 cm di
bawah permukaan jumlah bakteri berkurang beberapa persen; di bawah 100 m dari
permukaan sedimen jumlah bakteri dan saprofit menurun jauh.
2.2 Faktor Penyebarluasan
Mikroorganisme di Lingkungan Akuatik
Berbagai macam mikroorganisme ditemukan dalam lingkungan
akuatik, penyebarluasannya ditentukan oleh faktor kimia dan fisik yang terdapat
dalam lingkungan tersebut. Faktor lingkungan ini sangat berbeda satu dengan
yang lainnya seperti suhu, tekanan hidrostatik, cahaya, salinitas, turbiditas,
pH, dan nutrien.
a.
Temperatur
Temperatur air permukaan berkisar antara 0 oC di
daerah kutub sampai 40oC di daerah equator. Di bawah permukaan lebih
dari 90% lingkungan laut memiliki temperatur di bawah 5 oC, suatu
kondisi yang disukai untuk pertumbuhan mikroorganisme psikrofilik. Sejumlah
bakteri termofilik dapat diisolasi dari endapan anaerobik dekat palung pada
dasar lautan. Sebagai contoh, archaeobacteria Pyrodictium occultum,
diisolasi dari bawah laut dekat pulau Volcano, Itali, dimana air bertemperatur
103oC. Dari hasil penelitian di laboratorium, bakteri tersebut dapat
tumbuh secara optimum pada temperatur 105oC dan tidak tumbuh pada
temperatur di bawah 82oC. Pyrodictium occultum merupakan
bakteri autotrof anaerobik yang tumbuh melalui pembentukan hidrogen sulfida (H2S)
dari gas hidrogen (H2) dan unsur sulfur (S). Pyrobaculum
organotrophum, mewakili kelompok baru archaebakteria hipertermofilik dari
laut pada bagian dunia yang berbeda. Spesies dari genus ini dapat tumbuh
optimal pada temperatur 100 oC, merupakan bakteri bentuk batangra,
gram negatif, anaerob sempurna, dan bergerak dengan flagela.
b.
Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik merupakan tekanan pada dasar suatu kolom
vertikal air. Tekanan tersebut meningkat menurut kedalaman pada kisaran 1
atmosfir tekanan (14,7 psi) dari setiap 10 m. Pada daerah yang sangat dalam,
seperti dekat dasar lautan, tekanan hidrostatik sangat besar dan dapat
menyebabkan perubahan dan mempengaruhi sistem biologik, seperti perubahan
kecepatan reaksi kimia, kelarutan nutrien, dan titik didih air. Organisme
barofilik merupakan organisme yang tidak dapat tumbuh pada tekanan atmosfir
normal. Sejumlah bakteri barofilik dapat diisolasi dari parit lautan. Pasifik
pada kedalaman antara 1000-10.000 m. Isolasinya membutuhkan alat-alat khusus
yang memelihara tekanan tinggi pada sampel dari waktu pengambilan sampai, dan
selama masa pembiakkan. Umumnya bakteri barofilik dapat tumbuh baik pada
tekanan yang kurang dari tempat asalnya dan hampir seluruhnya diinkubasi pada
temperatur psikrofilik (sekitar 2 oC).
c.
Cahaya
Sebagian besar bentuk kehidupan akuatik bergantung (baik
langsung maupun tidak langsung) pada produk metabolik organisme fotosintetik.
Organisme fotosintetik utama dalam sebagian besar habitat aquatik adalah alga
dan Cyanobacteria pertumbuhannya
dibatasi oleh lapisan permukaan air dimana cahaya dapat menembus. Bagian dalam
air dimana terjadi fotosintesis disebut zona fotik. Ukuran zona ini berbeda
bergantung pada kondisi daerah seperti posisi matahari, musim, dan khususnya
kekeruhan air. Umumnya, aktivitas fotosintetik dibatasi pada kedalaman kurang
dari 50-125 m badan air, bergantung pada kejernihan air.
d.
Salinitas
Salinitas atau konsentrasi NaCl air alami berkisar antara 0%
dalam air-tawar sampai 32% NaCl dalam danau asin seperti the Great Salt Lake
di Utah. Air laut mengandung NaCl sekitar 2,75%; konsentrasi garam total
air laut (NaCl ditambah garam lainnya) berkisar antara 3,3 – 3,7%. Di samping
NaCl garam lain yang ditemukan dalam air ialah natrium karbonat, sulfat dan
kalium sulfat, klorida dan karbonat, kalsium dan magnesium. Konsentrasi garam
pada daerah yang dangkal dan dekat mulut/hilir sungai biasanya rendah. Pada
daerah estuari, konsentrasi garam berbeda dari dasar sampai permukaan, dari
hulu sampai hilir, dan dari musim ke musim, menciptakan bahkan merubah kondisi
bentuk kehidupan yang menempati badan air tersebut. Sebagian besar mikroorganisme
laut merupakan halofilik, yang tumbuh dengan baik pada konsentrasi NaCl kurang
dari 2,5 - 4,0%. Dengan kata lain, mikroorganisme dari danau dan sungai dapat
dihambat pertumbuhannya dengan konsentrasi NaCl lebih dari 1%.
e.
Turbiditas
Turbiditas atau kekeruhan menandakan perbedaan dalam
kejernihan air. Laut Adriatik bersih dan berkilauan pada bagian kedalaman
sedangkan sungai Mississipi sangat keruh. Bahan yang tercampur yang mampu
mengeruhkan air adalah :
1.
Partikel bahan mineral;
2. Detritus, partikel bahan organik seperti potongan
selulosa, hemiselulosa, dan kitin dari hasil dekomposisi hewan dan tumbuhan;
3.
Suspensi mikroorganisme
Air yang sangat keruh, menyebabkan kurang tembus cahaya,
zona fotik kurang dalam. Partikel bahan-bahan juga tersedia sebagai tempat
menempelnya mikroorganisme. Beberapa spesies bakteri menempel pada permukaan
yang padat dengan maksud berkolonisasi, misalnya Epibakteria. Partikel tersebut
juga tersedia sebagai substrat untuk metabolisme mikroorganisme.
f.
Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)
Mikroorganisme aquatik biasanya tumbuh baik pada pH 6,5-8,5.
Air laut memiliki pH 7,5-8,5, dan sebagian besar mikroorganisme laut tumbuh
baik pada media kultur dengan pH 7,2-7,6. Danau dan sungai dapat memiliki
kisaran pH yang luas bergantung pada kondisi lingkungan setempat. Sebagai
contoh, archaebakteria dapat diisolasi dari danau garam di Afrika, dimana pH
tinggi sekitar 11,5, spesies archaebakteria lain dapat hidup pada pH sangat
rendah 1,0 atau kurang.
g.
Nutrien
Jumlah dan macam bahan organik dan anorganik (nutrien) yang
terdapat dalam lingkungan aquatik secara nyata membantu pertumbuhan
mikroorganisme. Nitrat dan fosfat merupakan unsur anorganik yang mendukung
pertumbuhan alga. Kelebihan nitrat dan/atau fosfat dapat menyebabkan kelebihan
pertumbuhan alga (‘blooming’) pada badan air dan memperbesar penggunaan
oksigen dalam air, juga menutupi permukaan air, sehingga air sulit ditembus
cahaya, dan akhirnya mematikan semua kehidupan dalam air. Jumlah nutrien dalam
badan air mengarah pada penimbunan nutrien dalam suatu lingkungan. Air
dekat-pantai, yang menerima air limbah domestik yang mengandung senyawa organik
dan anorganik, merupakan daerah yang mengalami peningkatan dan penurunan secara
singkat timbunan nutrien, sedangkan laut lepas memiliki timbunan nutrien yang
lebih rendah dan stabil. Limbah industri dan limbah pertanian dapat mengandung
zat antimikroba, merkuri dan logam berat lain juga dapat memasuki daerah
estuari dan air pantai. Sejumlah alga akuatik menghasilkan toksin yang mematikan
ikan dan hewan lain. Toksin tersebut dikeluarkan dari sel atau melalui
dekomposisi alga oleh bakteri dalam kondisi “blooming”. Alga laut tertentu (Gymnodinium
dan Gonyaulax) dapat menghasilkan neurotoksin yang mematikan hewan
akuatik. Toksin tertentu dapat terkonsentrasi dalam kelenjar pencernaan moluska
(kerang-kerangan) dan menyebabkan paralisis pada manusia yang mengkonsumsi
kerang beracun tersebut.
2.3 Komposisi Mikroorganisme
Penyusun Lingkungan Akuatik
Seperti umumnya di dalam habitat atau tempat hidup lainnya,
kelompok yang didapatkan hidup di air terdiri dari bakteri, fungi, mikroalga,
virus dan protozoa. Kelompok-kelompok tersebut kehadirannya dalam air ada yang
mendatangkan keuntungan, tetapi juga banyak yang mendatangkan kerugian. Secara
umum mikroorganisme yang terdapat di air adalah:
1. Bakteri
Jenis
komposisi habitat bakteri akuatik tidak hanya tergantung pada zat organik dan
zat anorganik, pH, turbiditas dan temperatur, tetapi juga sumber asal
mikroorganisme yang masuk ke air. Kebanyakan bakteri akuatik adalah
heterotropik, yakni hidup dengan menggunakan zat organik. Secara morfologis
bakteri akuatik mempunyai bentuk yang hampir sama dengan tipe bentuk dasar
bakteri yang terdapat di darat. Kebanyakan bakteri akuatik adalah motil dengan
flagella. Fimbriae juga ditemukan sebagai tambahan flagella. Mereka berkoloni
memebentuk bentukan koloni seperti bintang, fimbriae atau pili secara umum
lebih tipis daripada flagella.
a.
Bakteri pada Perairan Dalam
Bakteri flora pada permukaan
perairan lebih banyak dan bervariasi daripada perairan subterania. Komposisi
bakterinya tergantung dari siplai nutrisi-nutrisi dalam air. Pada air mengalir
dengan nutrisi yang miskin, bakteri gram negatif berbentuk batang nonspora
lebih dominan dan juga terdapat bakteri seperti Hyphomicrobium, Caulobacter, Gallionella serta Pseudomonas.
Sungai-sungai membawa banyak limbah
dengan banyak bakteri. Contohnya bakteri Escerichia
coli yang dinamakan strain koliform dan Salmonella
patogenik sebagai penyebab demam tifoid. Limbah sungai juga mengandung
bakteri Proteus vulgaris dan Clostridia. Bakteri Desulphovibrio desufuricans yang mampu mereduksi sulfat juga sering
ditemukan. Bakteri yang berada dalam danau seperti genus dari Achromobacter, Flavobacterium,
Brevibacterium, Vibrio, Spirillum, Micrococcus, Sarcina, Bacillus, Pseudomonas,
Nocardia, Streptomyces, Micromonospora dan Cytophaga. Jumlah genus yang lain tergantung tipe danau dan kondisi
setempat.
Pada danau eutropik terdapat secara
melimpah bakteri sulfur nonpigmen, misalnya Thiospira,
Thiothrix dan Thioploch serta
bakteri yang mengoksidasi metana seperti Pseudomonas
methanica. Bakteri khemoototrof juga terdapat dalam danau, misalnya bakteri
Nitrosomonas europea, Nitrobacter winogradskyi,
Thiobacillus, dan bakteri besi. Bagian penting dalam danau eutropik adalah
bakteri fototootrof. Bakteri-bakteri tersebut adalah kelompok bakteri yang
sedikit menerima cahaya. Berikut merupakan gambar dari bakteri perairan dalam.
b. Bakteri pada Danau Bergaram
Pada dekade tahun terakhir telah
ditemukan bakteri yang dapat hidup di danau besar bergaram di Utah (Amerika
Serikat) dan Laut Mati, yaitu terdapat air yang mengandung kadar garam sangat
tinggi. Mayoritas bakteri yang hidup di danau bergaram dengan kadar garam yang
tinggi yaitu bakteri halofilik. Kebanyakan organisme halofilik ekstrim dapat
berkembang secara optimal dengan kadar garam 20-30%. Mereka mempunyai pigmen
merah, contohnya adalah Halobacterium dan
Halococcus. Genus bakteri Halobacterium memiliki kemampuan tumbuh
dengan kadar garam di atas 12%.
Di samping bakteri Halobacterium, Larsen (1962) dalam
Rheinheimer, 1980 mengelompokkan bakteri halofilik yang ekstrim pada organisme
yang berbentuk kokoid. Berbagai strain Halococcus
morrhuae telah diisolasi dari Laut
Mati. Organisme tersebut menunjukkan pigmentasi warna merah. Mereka dapat
tumbuh paling baik pada konsentrasi garam 20-25% dan tidak dapat hidup dengan
konsentrasi garam di bawah 10%. Selain itu pada danau bergaram juga terdapat
bakteri halofilik moderat dengan kadar garam optimum 5-20%. Chromobacterium maris-mortui dapat
tumbuh dengan kadar garam optimum 12%. Pada danau yang mengandung hydrogen
sulfida yang berkembang dalam jumlah besar terdapat bakteri hijau dan ungu,
misalnya Chlorobium, Pelodictyon,
Prosthecocholoris, Chromatium, Ectothiorhodospira, dan Thiocapsa.Berikut merupakan gambar dari bakeri pada danau bergaram.
c. Bakteri Laut
Laut memiliki konsentrasi garam
rata-rata 3,5% yang merupakan konsentrasi optimal bagi kebanyakan
bakteri-bakteri di laut. Kebanyakan bakteri laut bersifat anaerob fakultatif,
tetapi dapat tumbuh lebih baik dengan adanya oksigen. Beberapa bakteri laut
dapat tumbuh pada temperatur rendah antara 0-40C dan temperatur
optimalnya 18-220C. Sebagian besar bakteri laut bersifat gram
negatif, berflagella, batang tak berspora. pada umumnya bakteri yang berhabitat
di laut antara lain Pseudomonas, Vibrio,
Spirillum, Achromobacter dan Flavobacterium.
Pada beberapa tempat di laut
tersebar bakteri luminesensi yang menarik. Bakteri ini memiliki kemampuan dalam
mentransfer energi kimia ke dalam energi cahaya dan menghasilkan cahaya
kehijauan yang terang/cerah. Beberapa bakteri luminisensi digolongkan menjadi
dua, yaitu genus Photobacterium dan
genus Vibrio. Disamping bakteri
heterotrofik, bakteri fototropik dan bakteri kemototrofik juga terdapat di
laut. Organisme fototropik ada apabila terdapat hidrogen sulfida dan cahaya
untuk proses fotosintesis. Bakteri kemototrofik dapat ditemukan di air teluk
terutama pada laut terbuka. Spesies pengoksidasi sulfur, yakni Thiobacillus merupakan bakteri yang
berhabitat di laut yang menghasilkan hidrogen sulfida, misalnya pada air pantai
yang tercemar. Bakteri nitrit (yang mengoksidasi ammonia menjadi nitrit atau
mengoksidasi nitrit menjadi nitrat) terdapat di Laut Utara dan Lautan Atlantik.
Bakteri pertama yang ditemukan adalah bakteri Nitrosocystis oceanus yang terdapat pada kedalaman yang bervariasi
pada Lautan Atlantik. Bakteri besi
dan bakteri mangan (yang mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dan mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+
juga didapatkan pada habitat laut.
Berikut merupakan gambar dari bakteri pada laut.
2. Cyanophyta
Cyanophyta atau alga hijau biru
adalah termasuk prokariot, dan istilah yang lain adalah Cyanobacteria.
Mempunyai membrane plastid dan mitokondria, berpigmen klorofil a, β-karoten dan
fikobilin yang berfungsi untuk pigmen fotosintesis. Beberapa spesies memiliki
ciri khas warna hijau biru yang dinamakan fikosianin. Beberapa yang lain
memiliki pigmen hijau kekuningan dan warna merah yang dinamakan fikoerithrin.
Morfologi Cyanophyta bermacam-macam. Bentuknya ada yang sferis, telur, koloni
seperti pita yang terjadi atau terdiri dari sel yang lebih banyak atau lebih
sedikit sekitar selubungnya. Cyanophyta memainkan peran penting dalam kehidupan
di permukaan air. Ada yang hidup bebas dan ada bentuk yang tidak bebas, yang
dapat tersebar pada permukaan tumbuhan dan hewan air sebagai substratnya.
Beberapa spesies tumbuh dengan bersimbiosis dengan tumbuhan dan hewan tingkat
rendah.
a. Cyanophyta pada Perairan Dalam
Perairan dalam merupakan habitat
utama Cyanophyta dan memainkan peran sebagai bagian bagian transformasi materi.
Keberadaan alga di sungai mengikuti aliran air. Pada air yang mengalir deras
terdapat antara lain Pleurocapsa,
Hidrococcus dan Chamaesiphon dan
berada pada permukaan batu. Pada air pegunungan didapatkan bentukan Rvularia haematites. Nostoc verrucosum juga
dapat tumbuh pada aliran air yang deras. Pada sungai besar, keberadaan plankton
lebih dominan, misalnya Aphanizomenon
flosaquae. Beberapa ratus spesies Cyanophyta diketahui terdapat di danau.
Mereka meliputi Cyanophyta Chroococcal dan Hormogonal. Berikut gambar
cyanophyta di perairan dalam.
b. Cyanophyta pada Danau Bergaram
Beberapa spesies Cyanophyta relatif
toleransi terhadap kadar garam tinggi. Misalkan yang ditemukan di Laut Kaspia.
Diantara spesies yang menyebabkan blooming
plankton adalah Aphanizomenon
flos-aquae, genus Aphanothece,
Coelospaherium, Chroococcus, Gomphosphaeria, Anabaena dan Oscillatoria. Berikut
merupakan gambar cyanophyta danau bergaram.
c. Cyanophyta Laut
Pada habitat laut, Cyanophyta tidak
memainkan peran yang penting seperti halnya pada danau perairan dalam,
terkecuali di daerah Artik dan Antartika. Trichodesmium
berkembang baik pada perairan tropis. Genus ini yang berbentuk filamen
dapat menyebabkan blooming plankton.
Berikut merupakan gambar dari chyanophyta laut.
3. Fungi/Jamur
Jamur merupakan organisme
heterotrofik, yang tergantung terhadap kehadiran senyawa-senyawa organik.
Bentuk-bentuk saprofitik dalam air yang ditemukan seperti halnya parasit yang
menyerang sebagian besar tanaman air dan binatang air. Ada jamur yang hanya
mampu sebagai saprofitik atau sebagai parasititik, tetapi ada juga yang
bertindak sebagai parasit fakultatif, dimana mereka mendapatkan makanan dari
bahan-bahan yang telah mati atau hidup parasit pada organisme lain. Ada juga
fungi yang mampu dengan mekanisme yang canggih memangsa Protozoa, Rotatoria
atau Nematoda. Fungi yang demikian dinamakan predator.
Kebanyakan fungi akuatik memerlukan
oksigen bebas. Beberapa fungi dapat tumbuh pada pH 3,2 – 9,6; misalkan Achlya racemosa dan Saprolegnia manoica. Fungi lebih banyak memiliki variasi morfologis
dibandingkan bakteri dan mempunyai sel yang lebih besar. Fungi tingkat rendah
akuatik bersifat uniseluler, pada bentukan yang lebih tinggi mampu menghasilkan
miselium. Kehidupan fungi berkoloni atau hidup pada bahan-bahan yang telah
mati. Fungi tingkat tinggi yang sebagian besar diwakili oleh Ascomycetes juga
didapatkan pada air, sedangkan Basidiomycetes memainkan peran yang kecil pada
habitat akuatik.
a. Fungi pada Perairan Tawar
Mikroflora fungi pada air subteranea
tidak begitu memainkan peran yang penting. Dalam air bersih fungi hampir tidak
didapatkan, karena kekurangan nutrien. Tetapi fungi dapat berada dalam sumber air bersih dan sungai. Beberapa koloni
dapat tumbuh dengan nutrien yang sedikit atau pada aliran air eutrofik.
Sejumlah Phycomycetes parasitik dalam air tidak hanya menyerang alga dan
binatang-binatang kecil, tetapi juga menyerang telur dan larva Crustacea dan
ikan.
Pycomycetes merupakan mikroflora
penting dalam danau. Kelompok ini yang dominan adalah adalah Chytridiales dan Saprolegniales yang bertindak sebagai spesies parasitik dan
saprofitik. Anggota genus Leptolegnia,
Achlya, dan Aphanomyces juga
sering dijumpai di danau.
b. Fungi pada Danau Bergaram
Sejumlah fungi yang diketahui
terdapat di laut juga terdapat di danau bergaram dengan konsentrasi garam yang
rendah. Anastaciou, 1963 dalam Rheiheimer, 1980 menemukan Ascomycetes di Laut
Salton, California. Rhizopidium
halophilum tumbuh pada habitat perairan bergaram atau pada sebuah teluk.
c. Fungi Laut
Organisme dari genus Olpidium, Rozella, Chytridium, Rhizophydium,
Sirolpidium dan Ectrogella yang
berperan sebagai parasit di laut. Ada sekitar 91 spesies yang didapatkan di
laut. Basidiomycetes yang berada dalam laut antara lain Nia vibrissa, Diditatispora marina dan Melanotaenium ruppiae.
4. Virus
Virus juga terdapat di dalam air.
Virus sebagian besar terdiri dari asam nukleat yang dinamakan materi genetic.
Asam nukleat ini dikelilingi oleh suatu selubung protein yang dinamakan kapsid.
Virus juga didapatkan pada sejumlah hewan air, yang meliputi virus DNA dan
virus RNA. Lebih banyak virus yang menyebabkan penyakit pada ikan dan
menyebabkan kerugian ekonomis. Virus juga ditemukan pada alga uniseluler dan
alga multiseluler seperti juga yang ditemukan pada sejumlah hewan air.
Ilmuwan berhasil menemukan virus terbesar yang pernah ada di
Bumi di perairan Chile yang diberi nama Megavirus
chilensis. Virus ini memiliki ukuran 10-20 kali lebih besar dibanding virus
rata-rata. Megavirus chilensis ini memiliki ukuran sedikit lebih besar daripada Mimivirus yang sempat
memegang julukan virus terbesar dunia itu. Mimivirus ditemukan di perairan
dingin di Inggris pada 1992. Virus ini
lebih besar dari beberapa bakteri. Tak butuh miskroskop electron untuk
melihatnya. Virus ini bisa dilihat dengan mikroskop cahaya biasa.
2.4 Peran Mikroorganisme Dalam
Lingkungan Akuatik
Peran mikroorganisme sangat penting
dalam siklus kehidupan air. Kontribusi mikroorganisme ini mampu menguraikan
bahan-bahan organik dan mempercepat kemungkinan kembalinya unsur-unsur
anorganik penting ke dalam siklus zat organik baru. Menurut suriawiria (1985),
kehadiran mikroba di dalam air, mungkin akan mendatangkan keuntungan tetapi
juga mungkin mendatangkan kerugian.
1) Mendatangkan keuntungan
a. Banyak plankton, baik yang terdiri dari plankton-tumbuhan
(fitoplankton) ataupun plankton-hewan (zooplankton), merupakan makanan utama
ikan-ikan kecil. Sehingga kehadirannya merupakan tanda kesuburan kolam ikan
misalnya, untuk perikanan. Ini misalnya untuk jenis-jenis microalgae yaitu
Chlorella, Scenedesmus, Hydrodiction, Pinnularia, Sinedra, dan sebagainya.
b. Banyak jenis bakteri atau fungi di dalam badan air berlaku
sebagai jasad decomposer. Artinya jasad tersebut mempunyai kemampuan untuk
mengurai atau merombak senyawa yang berada (masuk) ke dalam badan air. Sehingga
kehadirannya telah dimanfaatkan di dalam rangka pengolahan buangan di dalam air
secara biologis.
c. Pada umumnya microalgae mempunyai klorofil, sehingga dapat
melakukan proses fotosintesis dengan menghasilkan oksigen. Di dalam air, kegiatan
fotosintesis tersubut akan menambah jumlah (kadar) oksigen di dalamnya,
sehingga nilai kelarutan oksigen (umumnya disebut DO atau dissolved oxygen)
akan naik atau bertambah.
d. Kehadiran hasil uraian senyawa hasil rombakan bakteri atau
fungi, ternyata digunakan atau dimanfaatkan oleh jasad-jasad lain, antara lain
oleh microalgae, oleh bakteri atau fungi sendiri. Sehingga dalam masalah ini
jasad-jasad pengguna tersebut dinamakan consumer atau jasad pemakai. Tanpa
adanya jasad pemakai, kemungkinan besar penimbunan (akumulasi) hasil uraian
tersebut dapat mengakibatkan keracunan terhdap jasad lain, khususnya ikan.
e. Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan
Detergen
Alkil benzil sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang
merupakan zat aktif yang dapat menurunkan tegangan muka sehingga dapat digunkan
sebagai pembersih. ABS mempunyai Na-sulfonat polar dan ujung alkil non-polar.
Pada proses pencucian, ujung polar ini menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung
polarnya menghadap ke luar (ke-air). Bagian alkil dari ABS ada yang linier dan
non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang ABS-nya lebih kuat dan berbusa,
tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air berbuih. Sulitnya
peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi pada
alkil. Hal ini dapat dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier. Namun
ada beberapa bakteri yang dapat menguraikan ABS meskipun memakan waktu yang
cukup lama. Bakteri pengurai deterjen antara lain Basilus subtilus, Vibrio coma, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli
2) Mikroorganisme yang merugikan
Yang
paling dikhawatirkan adalah kalau di dalam badan air terdapat jasad-jasad mikro
penyebab penyakit, seperti:
a) Salmonella penyebab penyakit tifus adalah
bakteri gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora namun bersifat
patogen, baik pada manusia ataupun hewan. Dapat menyebabkan demam typhoid
(typoid fever). Sebenarnya penyakit demam typoid dapat dipindahkan dengan perantara
makanan yang terkontaminasi dan dengan kontak langsung dengan si penderita.
Namun yang paling umum sebagai fakta penyebab adalah air. Air dapat
terkontaminasi oleh bakteri ini karena kesalahan metode pemurnian air atau
kontaminasi silang (Cros contaminant) antara pipa air dengan saluran air limbah
(Tarigan, 1988).
b) Clostridium prefringens adalah bakteri gram positif
pembentuk spora yang sering ditemukan dalam usus manusia, tetapi kadang-kadang
juga ditemukan di luar usus manusia (tanah, debu, lingkungan dan sebagainya).
c) Escherichia coli adalah bakteri gram negatif
berbentuk batang yang tidak membentuk spora dan merupakan flora normal di dalam
usus. E.coli termasuk bakteri komensal yang umumnya bukan patogen penyebab
penyakit namun bilamana jummlahnya melampaui normal maka dapat pula menyebabkan
penyakit. E. coli merupakan salah satu bakteri coliform.
d) Leptospira merupakan bakteri berbentuk spiral
dan lentur yang merupakan penyebab penyakit leptosporosis. Penyakit ini
merupakan penyakit zoonosis atau penyakit hewan yang bisa berpindah ke manusia.
Pada umumnya penyebaran bakteri ini adalah pada saat banjir.
e) Shigella dysentriae adalah basil gram negatif, tidak
bergerak. Bakteri ini menyebabkan penyakit disentri (mejan). Spesies lain seperti
S. sonnei dan S. paradysentriae juga menyebabkan penyakit disentri (Dwijoseputro,
1976).
f) Vibrio
comma adalah
bakteri yang berbentuk agak melengkung, gram negatif dan monotrik. Bakteri ini
menyebabkan penyakit kolera yang endemis di indonesia dan sewaktu-waktu
berjangkit serta memakan banyak korban (Dwijoseputro, 1976).
g) Ascaris penyebab penyakit cacing, dan
banyak contoh-contoh lainnya. Juga didalam air banyak ditemukan mikroba
penghasil toksin (racun) yang sangat berbahaya, seperti:
· Hidup secara anaerobic seperti Clostridium
· Hidup secara aerobic seperti Pseudomonas, Salmonella, Staphylococcus,
dan sebagainya.
· Toksin juga dihasilkan oleh beberapa
jenis microalgae seperti Anabaena dan Microcystis
h). Kelompok bakteri besi (contoh, Crenothrix dan Sphaerotilus)
yang mampu mengoksidasi senyawa besi (II) menjadi besi (III). Akibat kehadiran
mikroorganisme tersebut, air sering mengalami perubahan warna kalau disimpan
lama yaitu berwarna kehitam-hitaman, kecoklat-coklatan, dan lain-lain.
Proses
oksidasi
Crenothrix/Sphaerotilus
i). Kelompok bakteri belerang (contoh, Chromatium dan
Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S.
Akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk.
S
Thiobacillus/C hromatium
j). Kelompok mikroalga (misalnya yang termasuk kelompok
mikroalga hijaubiru, biru, dan kersik), sehingga jika air disimpan lama di dalamnya
akan nampak kelompok mikroorganisme yang berwarna hijau, biru atau
kekuningkuningan, tergantung dominasi mikroalga yang terdapat dalam air serta
lingkungan yang mempengaruhinya. Suatu proses yang sering terjadi di danau atau
kolam seluruh permukaan airnya ditumbuhi oleh pertumbuhan massa alga yang
sangat banyak (blooming). Blooming menyebabkan perairan berwarna, ada
endapan, dan bau amis, disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan mikroalga (Anabaena flos-aquae dan Microcystis aerugynosa). Dalam keadaan blooming
sering terjadi :
· Ikan mati disebabkan jenis-jenis
mikroalga yang terdapat di dalam air menghasilkan toksin yang dapat meracuni
ikan
· Korosi/pengkaratan terhadap logam
karena di dalam massa mikroalga didapatkan pula bakteri besi atau belerang
penghasil asam yang korosif
· Kekurangan oksigen karena mikroalga
yang menutupi permukaan kolam sehingga menyebabkan ikan mati
k). Lebih jauh lagi akibat kehadiran
kelompok bakteri dan mikroalga dalam air, dapat mendatangkan kerugian. Kehadiran
kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air, dapat menyebabkan
terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok bakteri
besi dan belerang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah
terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada
di dalamnya, menjadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
2.5 Peranan Mikroorganisme Dalam
Siklus Unsur Di Lingkungan Akuatik
- Siklus Nitrogen
Nitrogen
merupakan “limiting factor “ yang
harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrogen di perairan
terdapat dalam bentuk gas N2,
NO2-, NO3-, NH3
dan NH4+ serta sejumlah N yang berikatan dalam organik
kompleks (Haryadi, 2003). Akumulasi kandungan nitrogen dalam air dapat menjadi
sumber penurunan kualitas air. Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara,
sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem fiksasi
biologis dalam kondisi aerobik.
Keberadaan
nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen
anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-),
ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+) dan molekul
N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein,
asam amino dan urea akan mengendap dalam air. Ikatan nitrogen dalam air sangat
mudah berubah bentuknya. Menurut
Effendi (2003) nitrogen organik berupa asam amino, protein, dan urea, bentuk-bentuk
tersebut mengalami transformasi sebagai bagian dari siklus nitrogen. Senyawa
nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen, amonium dan dioksida
menjadi nitrogen nitrat dan nitrit dalam sistem biologis. Transformasi nitrogen secara
mikrobiologi mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.
Asimilasi nitrogen anorganik (nitrat dan ammonium) oleh tumbuhan dan
mikroorganisme (bakteri autorof) untuk membentuk nitrogen organik misalnya asam
amino dan protein.
2. Fiksasi
gas nitrogen menjadi ammonia dan nitrogen organik oleh mikroorganisme. Fiksasi
gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan oleh beberapa jenis alga
Cyanophyta (alga biru) dan bakteri.
N2
+ 3 H2 2NH3 (ammonia); atau NH4+
(ion ammonium).
3.
Nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dapat dilakukan
oleh bakteri aerob. Nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH 8 dan berkurang
secara nyata pada pH < 7.
NH4+ + 3/2 O2
Nitrosomonas 2 H+ + NO2-
+ H2O
NO2- + ½ O2 Nitrobacter
NO3-
Hasil oksidasi ini sangat reaktif
dan mudah sekali larut, sehingga dapat langsung digunakan dalam proses biologis
4.
Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses
dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur
yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawa organik menjadi karbondioksida.
Selain itu, autolisasi atau pecahnya sel dan ekskresi ammonia oleh zooplankton
dan ikan juga berperan sebagai pemasok ammonia.
5. Denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi
nitrit (NO2-), dinitrogen oksida (N2O) dan
molekul nitrogen (N2). Proses reduksi nitrat berjalan optimal 28oC
pada kondisi anaerob (tak ada oksigen). Dinitrogen oksida (N2O)
adalah produk utama dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen
sangat rendah, sedangkan molekul nitrogen (N2) adalah produk utama
dari proses denitrifikasi pada kondisi anaerob. Proses denitrifikasi akan
berkurang atau lambat pada kondisi pH dan suhu rendah, tetapi akan berjalan
optimum pada suhu rata-rata danau pada umumnya. Kondisi anaerob di sedimen
membuat proses denitrifikasi lebih besar, yaitu dengan laju rata-rata 1 mg
/liter per hari. Kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan dapat
merangsang pertumbuhan alga secara tak terkendali (blooming).
Konsentrasi nitrogen organik di perairan berkisar 0,1 sampai 5 mg/l, sedangkan
di perairan tercemar berat kadar nitrogen bisa mencapai 100 mg/l. Konsentrasi
nitrit yang tinggi dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar. Schmit (1978) dalam
Wardoyo (1989) menyatakan bahwa pencemaran perairan dapat dinilai
berdasarkan kandungan nitritnya (Tabel 6).
Tabel 6. Status kualitas air
berdasarkan kandungan nitrit (Schmit, 1978 dalam Wardoyo, 1989)
No
|
Kadar nitrit (mg/l)
|
Status kualitas air
|
1
|
< 0,003
|
Tidak tercemar sampai tercemar
sangat ringan
|
2
|
0,003 – 0,014
|
Tercemar sedang
|
3
|
0,014 – 0,10
|
Tercemar berat
|
2.
Siklus Karbon
Pada
ekosistem air, pertukaran CO2 dengan atmosfer berjalan secara tidak
langsung. Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk asam
karbonat yang
akan terurai menjadi ion bikarbonat.
Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri
mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Sebaliknya, saat organisme air
berespirasi, CO2 yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah
bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah CO2 di air.
Karbon
adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Dalam siklus karbon terjadi
proses timbal balik fotosintesis dan
respirasi seluler. Tumbuhan mendapatkan karbon, dalam bentuk CO2
dari atmosfer melalui proses fotosintesis yang dapat menghasilkan O2 yang
nantinya akan digunakan oleh tumbuhan dan hewan untuk berespirasi.
Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di
dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga
menambah kadar CO2 di udara. Sejumlah karbon bisa dipindahkan dari
siklus tersebut dalam waktu yang lebih lama ketika karbon terakumulasi di dalam
kayu dan bahan organik oleh detritivora akhirnya didaur ulang karbon ke
atmosfer sebagai CO2. Hal ini dapat sebagai kembalinya CO2
ke atmosfer.
3.
Siklus Fosfor
Proses daur fosfor yang terjadi di
perairan hampir sama dengan proses daur fosfor yang terjadi di daratan. Molekul
fosfat yang terdapat di dalam air digunakan oleh fitoplankton, ganggang, dan
tumbuhan air untuk metabolisme tubuhnya. Melalui rantai makanan fosfat masuk ke
dalam tubuh hewan di perairan. Selanjutnya melalui proses dekomposisi organisme
mati (zat organik) oleh bakteri dan fungi, fosfor kembali dilepaskan ke
lingkungan perairan. Beberapa bakteri dan fungi mampu memecah senyawa-senyawa
organik fosfor dan mampu melepaskan fosfat dari dan kembali dalam siklus
materi. Beberapa bakteri yang dapat mendekomposisi Ca3(PO4)2 adalah genus
Pseudomonas, Aeromonas, Escherichia, Bacillus dan Micrococcus
Molekul fosfat yang terbawa oleh aliran
air tidak seluruhnya diserap oleh tumbuhan.
Sebagian terus terbawa menuju lautan dan mengendap di dasar laut. Endapan
tersebut lama kelamaan semakin banyak dan oleh proses geologis selama
bertahun-tahun membetuk
batuan atau endapan yang mengandung
fosfat.
Pembuangan
air deterjen yang mengandung fosfat ke dalam perairan dapat menyebabkan
pertumbuhan ganggang yang berlebihan. Ganggang yang jumlahnya tidak terkendali
menyebabkan oksigen di air berkurang, selanjutnya akan menyebabkan ikan-ikan di
perairan mati. Peristiwa tersebut dinamakan eutrofikasi.
4.
Siklus Besi dan Mangan
Bakteri
besi umumnya terdapat pada perairan air tawar dan sering terdapat pada
sumur-sumur dan sumber-sumber air. Kadang-kadang bakteri tersebut dalam jumlah
besar terdapat pada air mengalir dan empang. Bakteri-bakteri tersebut sering
menimbulkan kerusakan pada pipa-pipa besi.
Bakteri
Thiobacillus (Ferrobacillus) ferrooxydans
dapat mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri pada reaksi asam.
Fe2+ Fe3+
+ 1,5 kcal
Bakteri besi yang tersebar luas adalah Leptothrix ochracea dan Crenothrix
polyspora .
Mikroorganisme
juga mampu membentuk logam organik dan kompleks mangan (chelat). Berbagai fungi
dapat mensintesis senyawa kompleks yang berbeda. Senyawa logam organik dan
kompleksnya dapat dipecah lagi oleh mikroorganisme. Dekomposisi ini memainkan
peran dalam siklus besi dan mangan.